Jampi –jampi dan jimat masih sangat melekat dengan kehidupan sebagian kaum muslimin di Indonesia, hal ini tidak mengherankan karena memang pengaruh tradisi dan kepercayaan agama-agama terdahulu masih begitu melekat ditambah lagi dengan masih banyak umat Islam yang belum tersentuh oleh da’wah dan pengajaran Islam yang benar.
Jampi-jampi dalam bahasa Arab disebut dengan ruqyah (rajah : jawa), dikisahkan bahwa Sahabat-sahabat Nabi dahulu juga telah mengenal ruqyah sebelum kedatangan Islam, maka diantara ruqyah-ruqyah itu ada yang mengandung unsur syirik (menyekutukan Allah), diriwayatkan dari ‘Auf bin Mâlik Rhadiyallahu ‘anhu, ia berkata : ((pada waktu Jâhiliyah kami melakukan ruqyah, maka kami bertanya : Wahai Rasulullah bagaimana menurutmu (tentang ruqyah)? : maka Beliau bersabda : “laporkan ruqyah-ruqyah kalian kepadaku, tidak mengapa dengan ruqyah selama tidak termasuk perbuatan syirik” (HR. Muslim). Maksudnya ruqyah itu boleh dengan syarat tidak mengandung kesyirikan.
Syarat –syarat Ruqyah Syar’iyyah
Ruqyah syar’iyyah adalah upaya memohon pertolongan kepada Allah agar disembuhkan dari suatu penyakit baik yang sifatnya fisik, seperti sakit demam, disengat kalajengking dan hewan berbisa dan lainnya, atau penyakit yang bersifat spiritual, seperti gangguan Jin, sihir dan ‘ain. Ruqyah ini dapat dilakukan sendiri atau dengan meminta tolong orang lain untuk membacakannya.
Imam as-Suyûthi mengatakan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa boleh melakukan ruqyah jika terpenuhi tiga syarat, yaitu : pertama, menggunakan Al-Qur`an atau dengan asma` Allah dan sifat-sifat-Nya, Kedua, dengan menggunakan bahasa Arab atau yang diketahui maknanya, Ketiga, Meyakini bahwa ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, melainkan berpengaruh karena taqdir Allah SWT.
Sedangkan di antara tata caranya adalah dengan membacakannya kepada yang sakit atau meletakkan tangan di tempat yang sakit kemudian membaca basmallah tiga kali lantas membaca “ ‘Audzu billâhi wa qudratihi min syarri mâ ajidu wa uhâdziru (7 kali) (‘aku berlindung kepada allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan yang aku temui dan yang aku hindari’ )”
Meskipun meminta diruqyah ini dibolehkan, namun sebaiknya setiap mu`min dapat meruqyah dirinya sendiri, memohon kesembuhan secara langsung kepada Allah SWT dengan diiringi amal ibadah, melaksanakan kewajiban, menghidupkan sunnah, meninggalkan maksiat, memperbanyak sedekah, dan melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Contoh bacaan ruqyah yang dapat dengan mudah diamalkan setiap Muslim adalah, membaca surat al-Fâtihah, al-ikhlas, al-mu’awwidzatain (surat al-falaq dan an-Nâs), ayat Kursi, dua ayat terakhir surat al-Baqarah dan surat al-Baqarah secara keseluruhan serta do’a-doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, seperti doa yang dibaca Jibrîl ketika meruqyah Rasulullah SAW, “Bismillah arqîka min kulli syai`in yu`dzîka min syarri kulli nafsin aw ‘ainin hâsid, Allah yasyfîk, bismillâh arqîk” (“Dengan nama Allah aku meruqyah-mu dari segala sesuatu yang menyakitimu, dari kejahatan setiap jiwa, ‘ain orang yang dengki, Allah yang menyembuhkanmu dengan nama Allah aku meruqyahmu” (HR. Muslim)
Ciri-ciri Ruqyah Syirik
Namun demikian tidak jarang banyak ruqyah yang beredar di masyarakat bercampur dengan kesyirikan, karena memohon pertolongan kepada selain Allah SWT, seperti dengan memohon pertolongan Jin, benda-benda keramat, bahkan kepada Malaikat atau kepada Nabi, atau dengan bahasa yang tidak dimengerti.
Oleh karenanya, setiap Muslim seharusnya berhati-hati kepada siapa ia meminta untuk diruqyah, ia harus melihat apakah ruqyah yang dilakukannya sesuai syari’at atau ruqyah syirik yang menggunakan bantuan Jin, meskipun yang melakukannya berpenampilan layaknya seorang kiyai atau ulama.
Tanda-tanda bahwa ruqyah yang dilakukan adalah ruqyah syirik diantaranya: ahli ruqyah/jampi-jampi biasanya akan menunjukkan bahwa ia seakan-akan mengetahui sesuatu yang ghaib seperti menebak – nebak masalah yang dihadapi pasien, meramal masa depan pasien dan lain-lain, tanda lainnya akan menanyakan hari lahir, nama orang tua, menggunakan bahasa yang tidak dimengerti, meminta sesaji (nyuguh) dan sejenisnya, menyuruh mendatangi kuburan dan tempat-tempat yang dianggap keramat, meminta agar membuka aurat, mengikuti keinginan jin (bila merasukinya), menggantungkan jimat-jimat dan lain-lainnya yang bertentangan dengan syari’at Islam
Jimat
Selain jampi-jampi, jenis lainnya yang sering dilakukan adalah menggantungkan jimat-jimat, bahkan keduanya seperti tidak dapat dipisahkan, seseorang yang mendatangi dukun selain akan dijampi-jampi, ia pun akan dititipkan jimat, supaya sembuh dan menolak bala`
Jimat-jimat yang beredar di masyarakat biasanya untuk digantungkan di leher-leher bayi dan orang sakit, sebagian lagi menempelkankannya di toko dan warung mereka agar dapat menarik banyak pelanggan dan keuntungan, sebagian lagi meletakkannya di pintu-pintu rumah agar terhindar dari orang jahat.
Perbuatan menggantungkan jimat ini bertentangan dengan aqidah islam, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya mantera-mantera, jimat-jimat dan jampi-jampi adalah perbuatan syirik” (HR. Abu Dâwûd, Ahmad, Ibnu Mâjah dan Hâkim-Shahih menurut al-Albâni)
Terdapat dua jenis jimat, Pertama, berupa tulisan ayat-ayat Al-Qur`an, atau nama dan sifat Allah dengan harapan mendapatkan kesembuhan, menurut pendapat yang kuat jimat jenis ini juga dilarang sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas dalil ini bersifat umum, hal ini juga sebagai sadd dzarî’ah (menutup peluang kerusakan), karena bila menggantungkan bacaan Al-Qur`an dapat menyebabkan terbawa ke tempat-tempat yang terlarang seperti tempat buang hajat.
Kedua, menggantungkan sesuatu berupa tulang, jarum, telor, paku, benang, sandal, nama-nama syetan dan jin serta lain-lainnya, jenis ini jelas diharamkan dalam Islam karena bergantung kepada selain Allah SWT.
Hakikatnya orang yang suka mendatangi dukun, paranormal dan menggantung-gantungkan jimat adalah orang-orang yang hati dan imannya sakit, ia berpaling dari Allah yang maha mengurus segalanya kepada makhluk lemah yang tidak memiliki kekuatan apa-apa kecuali atas izin Allah, orang seperti ini tidak memahami makna tawakal kepada Allah dan tidak mengerti hakikat keimanan kepada taqdir. Oleh karenanya hal pertama yang seharusnya disembuhkan adalah hati dan aqidahnya dengan mempelajari tauhid dengan benar.
Ditulis Oleh
Ustadz. Aan Abdurrahman Al Bantany
Sumber Tulisan DISINI
Posting Komentar